BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zaman Heian atau Heiankyou
(794-1192) merupakan zaman terakhir dari zaman Kuno dan juga zaman
berakhirnya kaum bangsawan berkuasa. Dengan munculnya kaum samurai (tentara)
pada akhir zaman Heian, lambat laun kekuasaan dan kekuatan kaum samurai semakin
kuat sehingga mereka bisa mengambil alih kekuasaan dari kaum bangsawan (Amril,2011).
Pada akhir abad VII Kaisar Kanmu (kaisar Jepang ke-50) memindahkan
ibukota Jepang, dari Nara ke Kyoto, akibat Fujiwara Tanetsugu yang menjadi penanggung jawab pembangunan Nagaoka-kyō
tewas dibunuh. Ada penjelasan yang mengatakan ibu kota harus dipindahkan ke
Kyoto untuk mengatasi pengaruh agama Buddha
di Nara yang kekuatannya terpusat di sejumlah kuil-kuil yang disebut Nanto-jiin(南都寺院). Penjelasan lain mengatakan ibu kota perlu dipindahkan dari ibu kota
kekaisaran milik garis keturunan Kaisar Temmu ke ibu kota baru untuk kaisar dari garis keturunan Kaisar Tenji.
Amril (2011) menambahkan bahwa ibukota yang baru
ini dinamai Heiankyou, pindahnya
ibukota dari Nara ke Kyoto, dunia khususnya Jepang diharapkan selalu damai dan
tenang (Heian = tenang,damai; Kyou = ibukota), karena selama zaman
Nara keadaan Jepang selalu dalam keadaan kacau, dan sering terjadi pertikaian
dimana-mana.
Pada saat itu, Kaisar Kanmu mendirikan istana di ujung utara kota dan dibangun meniru perencanaan kota Chang'an
pada zaman Dinasti Tang dan Dinasti Sui.
Istana Heian atau Daidairi
(大内裏) sebagai
tempat kediaman resmi kaisar dan pusat administrasi Jepang merupakan istana kekaisaran di ibu kota Jepang Heian-kyou (Kyoto)
dari 794 hingga 1227
(Beasley:2003).
Pada zaman Nara, kepemilikan shoen semakin
meningkat terutama keluarga Fujiwara
yang telah berjsaa pada peristiwa Reformasi Taka.
Keluarga Fujiwara adalah pemilik shoen paling banyak sehingga menjadi
keluarga yang berkuasa. Dengan kekuasaannya, Fujiwara berhasil meggantikan kedudukan kasisar dan mengendalikan
pemerintahan. Sejak itulah pemerintahan dipegang oleh kaum bangsawan dan
disebut dengan Kizoku Seifu (Pemerintahan
Bangsawan). Permulaan abad ke-11 merupakan masa yang paling makmur bagi
keluarga bangsawan, terutama pada masa Michinaga
Yorimichi, karena keluarga Fujiwara
berhasil menduduki posisi yang paling tinggi dalam pemerintahan sehingga dia
mendapat upah yang paling banyak (Kodansha,1983).
Pada zaman Heian berlaku sistem perwalian atau Sekkan Seiji, yang mana untuk menjaga posisi keluarga Fujiwara
sebagai pengendali pemerintahan, keluarga Fujiwara melakukan sistem perkawinan
politik, yaitu mengawinkan anak perempuannya dengan kaisar sehingga cucunya
kelak akan menjadi kaisar. Sambil menunggu cucunya menjadi besar (dewasa), saat
itu pemerintahan dipegang oleh kakeknya sebagai walinya, dan setelah dewasa
cucu itu menjadi kaisar (“Sekkan Seiji”).
Selain itu, zaman Heian merupakan zaman keemasan bagi perkembangan kesenian
di Jepang, karena pada zaman ini lahir karya seni dan karya sastra yang masih
terkenal hingga sekarang.
BAB
II
KESUSASTRAAN ZAMAN HEIAN
2.1 Lahirnya Tulisan Kana dan
Kebudayaan Nasional
Menurut Amril
(2011) sebelum Kana, ada penulisan
dokumen dan karya sastra ditulis dengan Manyougana.
Namun sekitar pertengahan abad 9 mulai digunaka
Hiragana dan Katakana sebagai pengganti Manyougana. Hiragana merupakan tulisan yang halus pada umumnya digunakan oleh
kaum perempuan sehingga disebut Onnade.
Sementara itu, Katakana merupakan
tulisan dengan mengambil bunyi dan salah satu bagian dari Kanji, pada umumnya digunakan oleh para sarjana dan pendeta,
sehingga disebut dengan Otokode.
Walaupun Kana sudah mulai digunakan Kanji masih tetap digunakan terutama
ketika menulis surat-surat atau dokumen resmi.
Pada akhir abad ke-9 pengiriman Kentoushi ( pengiriman duta ke Cina pada Dinasti Tang)
dihentikannya pengiriman duta ke Cina, pengaruh Cina terhadap kebudayaan Jepang
semakin berkurang. Hal ini berakibat pada berkembangnya “Kebudayaan Nasional (Kokufu Bunka), yaitu kebudayaan asli
yang mempunyai ciri khas “lokal genius”. Sehingga kesenian-kesenian dan
kebudayaan khas Jepang mengalami perkembangan.
2.2 Perkembangan Agama Budha
Sejak masuknya ajaran Budha ke Jepang, perkembangan agama
Budha sangat cepat. Meskipun Kaisar Kanmu, yang memerintahkan ibukota pindah ke
Kyoto, menolak campur tangan pendeta dalam urusan politik, Kaisar Kanmu tetap
memelihara ajaran Budha. Pada masa itu, kira-kira awal zaman Heian, ada dua
orang pendeta Budha yang baru kembali dariChina, yaitu Saicho dan Kukai. Mereka
menyebarkan ajaran Budha baru. Kedua pendeta tersebut tidak setuju kalau
pendeta ikut campur dalam urusan politik, oleh karena itu mereka mendirikan
kuil di puncak gunung, jauh dari istana, berbeda dengan pendeta sebelumnya.
Pendeta Saicho mendirikan kuilnya di
gunung Hiei dan mengembangkan aliran Tendai (Tendai shu), sedangkan pendeta Kukai
mendirikan kuilnya di puncak gunung Koya
dan mengembangkan aliran Shingon (Shingon shu). Kedua sekte ajaran Budha yang baru ini meluas di kalangan
istana dan bangsawan (Amril.2011).
Sedangkan pada tahun 985, menurut Beasley (2003) pendeta Tendai Genshin menulis sebuah buku berisi argumen mendukung
ini dalam ungkapan-ungkapan yang keras. Buku itu diawali dengan lukisan yang
terus terang tentang neraka Budha, tempat orang-orang yang gagal menjalankan
kewajiaban dilontarkan, ini dibandingkannya dengan Tanah Murni sorga Barat,
semua orang dapat masuk ke tempat itu bila dengan tulus mengumandangkan nama
Amida. Buku itu sangat populer, dikarenakan isinya yang penuh dengan
cerita-cerita mengerikan. Namun berbeda dengan pendahulu-pendahulunya, Genshin tidak menggunakan popularitasnya
untuk mendirikan sekte baru. Ide-idenya tersebar luas dalam sekte Tendai dan sekte Shingon. Ide-idenya juga memberi sumbangan pada gerakan serupa yang
terpusat pada Jizou (Ksitigarbha),
seorang bodisatwa yang memiliki kekuatan yang lebih ampuh untuk menyelamatkan
manusia dari neraka daripada membawanya ke surga.
Oleh karena itu, dampak dari masuk ajaran Budha di zaman
Heian yaitu membawa angin segar dan kekhasan tersendiri pada kesusastraan dan
seni Jepang dalam paruh kedua periode Heian, ketika kesusastraan dan seni lebih
memperhatikan manusia dan hal-hal di dunia, sehingga ruang lingkupnya lebih
Jepang.
2.3 Kesusastraan Jepang Zaman Heian
Kesusastraan merupakan
sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat.
Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial, ide dan
nilai yang ada dalam suatu masyarakat. Kesusastraan yang hadir dalam suatu
masyarakat memiliki nilai keterkaitan dengan kebudayaan masyarakat tersebut.
Antara masyarakat, kebudayaan dan sastra merupakan suatu jalinan yang kuat,
yang satu dengan yang lainnya saling memberi pengaruh, saling membutuhkan, dan
saling menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangannya (Semi,1984).
Kesusastraan Jepang
merupakan kesusastraan yang perkembangannya telah melewati berbagai zaman dan diklasifikasikan
menjadi beberapa periodisasi. Dalam perkembangannya, terdapat ciri khas yang
membedakan kesusastraan Jepang suatu zaman dengan kesusastraan Jepang pada
zaman lain. Ciri khas itu bisa dilihat dari bentuk ataupun tema karya sastra
yang menggambarkan keadaan sosial budaya masyarakatnya. Contohnya, Kesusastraan
Jepang zaman Heian bisa dikatakan merupakan kesusastraan kaum bangsawan. Pada
zaman Heian, pengarang dan pembaca kesusastraan kebanyakan adalah kaum
bangsawan dan penghuni istana, para selir, orang-orang yang dekat dengan pihak
istana/bangsawan (pesuruh istana, sarjana, penyanyi, pendeta)
Oleh karena itu, kesusastraan Jepang zaman
tersebut banyak yang menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kehidupan di
istana (Asoo,1983). Dimana masyarakat
umum hanya dapat
menikmati kesenian rakyat .
Kesusastraan zaman Heian
dapat dibagi menjadi empat kelompok zaman.
1) Zaman
populernya syair Kanbun.
2) Zaman
kebangkitan kembali pantun Waka.
3) Zaman
populernya kesusastraan cerita, catatan harian dan essei.
4) Zaman
banyak dikarang dan disusunnya cerita sejarah dan kesusastraan Setsuwa (dongeng).
2.2.1 Bentuk
dan Jenis kesusastraan Jepang zaman Heian
Adapun bentuk-bentuk kesusastraan pada zaman Heian
sebagai berikut.
Prosa
|
Pantun/Puisi
|
Nyanyian
|
•
Monogatari
•
Nikki
•
Essei
•
Setsuwa
|
•
Kanshibun
•
Waka
|
•
Kayoo
|
Tabel 1.1 Bentuk-bentuk kesusastraan Jepang
Selain itu, adapun jenis-jenis kesusastraan
Jepang pada zaman Heian sebagai berikut.
Jenis Kesusastraan
|
Judul Karya
|
Pantun Jepang /Waka
|
Kokinshuu
|
Gosenshuu
|
|
Shuuishuu
|
|
Senzaishuu
|
|
Sankushuu
|
|
Kayoo
|
Saibara
|
Ryoojin Hissho
|
|
Cerita/Monogatari
|
Taketori Monogatari
|
Ise Monogatari
|
|
Utsubo Monogatari
|
|
Yamato Monogatari
|
|
Eiga Monogatari
|
|
Ookagami
|
|
Imakagami
|
|
Ochikubo Monogatari
|
|
Genji Monogatari
|
|
Konjaku Monogatari
|
|
Sagaromo Monogatari
|
|
Tsutsumi Chuunagon
Monogatari
|
|
Tokaba Monogatari
|
|
Hamamatsu Chuunagon
Monogatari
|
|
Catatan Harian/Nikki
|
Tossa Nikki
|
Kageroo Nikki
|
|
Murasaki Shikibu
Nikki
|
|
|
Izumi Shikibu Nikki
|
Essai/ Zuihitsu
|
Makura no Sooshi
|
Tabel 1.2 Jenis-jenis
kesusastraan Jepang
2.2.2 Waka, Kayoo, Nikki, Zuihitsu
Pada awal zaman Heian, pantun Waka pernah mengalami
kemunduran, sebakiknya Kanbungaku mencapai
kepopulerannya. Pengarang Kanshibun terkemuka
pada awal zaman Heian antara lain Kuukai (dengan
nama lain Kooboo Daishii) seorang
sarjana, penyair dan pemeluk agama yang taat dikenal sebagai pelopor kebudayaan
Jepang, karya Kuukai antara lain Shooryooshuu dan Bunkyoo Hifuron yang
membicarakan puisi dan prosa bergaya retorik, kemudian pengarang lainnya adalah
Ono no Takamura dan Sugawara no Michizane dengan karya
berjudul Kankebunsoo dan Kankekoosoo.
Sejak pertengahan zaman Heian, Kanshibun mengalami kemunduran karena Waka dan sejenisnya kembali populer. Pada akhir zaman Heian,
sarjana Kanshibun yang perlu dicatat
namanya adalah Ooe Masafusa. Meskipun
pantun Waka mengalami masa suram pada
zaman ini namun Waka masih ditulis
orang yang ebrsifat melajutkan karya Manyooshuu
dan Kokinshuu. Bersamaan dengan
itu, kebudayaan zaman Heian juga berkembang meninggalkan pengaruh dari
kebudayaan Dinasti Tang dan membentuk kebudayaan asli Jepang,
Pengungkapan jiwa orang Jepang melalui Waka lebih cocok daripada melalui Kanshibun dan terciptanya tulisan Hiragana membantu perkembangan Waka . perkembangan Waka dipengaruhi oleh Utawase
(pertandingan pantun).
Waka adalah salah satu bentuk puisi Jepang yang sudah ada sejak
zaman Asuka dan Zaman Nara (akhir abad
ke-6 hingga abad ke-8), yang mana penyairnya disebut Kajin. Istilah Waka
(arti harfiah: puisi Jepang) dipakai untuk membedakannya dengan puisi Cina. Waka
juga disebut Yamato
Uta
atau cukup sebagai Uta. Waka terdiri dari Chouka,
Tanka, Sedouka, Katauta dan Bussokusekika. Dalam pengertian sempit,
waka sering hanya berarti Tanka yang
secara keseluruhan terdiri dari 31 suku kata (aksara), oleh karena itu Waka juga disebut Misohitomoji (arti: 31 aksara).Contoh jenis Waka Tanka, bentuk puisi dengan pola Mora 5-7-5-7-7
ひともなき(5)
おなしきいれは(7)
くさまくら(5)
たびにまむりて(7)
くろしかりけい(7)
Oleh : Ootomono Tabito
Artinya
: Rumah kosong yang tidak ada orang (istri) di dalamnya menderita melebihi
penderitaan yang berat.
Memasuki zaman
Engi (901-923) pantun Waka makin
populer dan mencapai puncaknya ketika Kokin
Wakashuu (kumpulan Waka lama dan
baru) terpilih sebagai karya terbaik berdasarkan titah kaisar. Kokinshuu (Kokin
Wakashuu) disusun oleh empat orang penyair terdiri dari 20 jilid dengan
jumlah pantun lebih dari 100 buah. Kokinshuu
(古今集) adalah pantun Waka
dari tahun 759 (古) sampai tahun 905(今). Kata pengantar ditulis
dengan tulisan Hiragana oleh Ki no Tsurayuki yang mempunyai kedudukan
penting dalam sejarah pemakaian Kana.
Seorang bangsawan yang memangku jabatan gubernur Tosa, sebuah provinsi di Shikoku,
antara tahun 931 dan tahun 934. Ciri khas Kokinshuu
adalah perubahan aturan pemakaian suku kata 5.7 yang berlaku pada zaman
sebelumnya yang bersifat lamban berat menjadi suku kata 7.5 yang bersifat
ringan lancar sehingga terlihat indah dan halus serta elegan, dengan ini
terbentuklah gaya baru yang disebut Kokinshoo
(gaya Kokinshuu) serta memakai Engo
(kata yang berfungsi menghubungkan) dan Kakekotoba
(1 kata punya 2 arti) à tidak blak-blakan seperti Manyoshuu,
yaitu memakai dugaan dan pertanyaan sehingga lebih rumit.
Pembagian
jaman Kokinshuu sebagai berikut:
¡ Nama
penyair tdk diketahui
÷
Peralihan dari Manyoshuu ke Kokinshuu
¡ Jaman
6 penyair (Rokkasen)
÷
Ariwara
no Narihara, Soojoo Henjoo, Ono no Komachi, Ootomo no Kuronushi, Funya no
Yasuhide, Kisen Hooshi
¡ Jaman
4 penyair
÷
Ki
no Tsurayuki, Ooshikouchi no Mitsune, Tomonori, Tadamine
Sedangkan Gosenshuu adalah kumpulan Waka pilihan sesudah Kokinshuu pada masa Kaisar Shirakawa berupa pantun yang bersahut-sahutan
atau Zootooka yang memiliki sifat
gembira dan bebas serta permainan kata
yang bebas menceritakan tentang kehidupan sehari-hari secara konkrit. Shuuishuu (拾遺集)adalah
kritik dan teori membuat Waka, tiruan
Kokinshuu yang tidak memiliki
keistimewaan, disusun atas perintah Kaisar Ichijoo
. Penyunting Shuuishuu adalah seorang
ahli mengkritik karya secara teoritis, tidak pandai dalam membuat pantun), Fujiwara Kintoo dan penyair terkenalnya
adalah Sone no Yoshitada dan Izumi Shikibu. Goshuuishuu merupakan observasi
terhadap alam dan pembaharuan Waka yang
memiliki ciri observasi alam secara objektif, disusun oleh Fujiwara Michitoshi atas perintah kaisar Shirakawa, penulis terkenalnya adalah Toshiyori, Sunzei, Mototoshi, Kaisar Sutoku
Senzaishuu
adalah pantun baru Waka dan
lanjutan dari Goshuuishuu yang
memiliki gaya abstrak penghayatan pembaca atau sering disebut Yugentai, disusun oleh Fujiwara Shinzei atas perintah mantan
Kaisar Shirakawa. Semua ini yang
mendukung Waka berkembang dengan
baik.
ゆうさればのべの
あきかぜみにしみて
うずらなくなり
ふかくさのさと
(Sunzei)
Artinya :
Bila
senja datang, angin
sejuk
musim gugur
berhembus
menyentuh
tubuh,
bersiul burung
Uzura
membisikkan
kesunyian,
itulah dusun
Fukakusa
Selanjutnya Kayoo adalah nyanyian yang mengiringi
ritual atau upacara tradisional Jepang. Materi Kayoo berupa binatang, tumbuhan,
alam, hasil laut, usaha manusia serta menggunakan Kasane Kotoba (pengulangan kata), Tsuika (Penggambaran kontras), Zensoho
(Penggambaran puncak suatu keadaan). Selain itu, terdapat
juga pengulangan kata yang sama bunyi (Doon),
pengulangan kata-kata yang sama (Doogo),
kalimat yang sama (Doku). Beberapa contoh Kayoo
yang ada pada zaman Heian yaitu Saibara
dan Ryoojin Hissho. Saibara adalah nyanyian dan tarian di istana Jepang yang
berasal dari Cina merupakan Kayoo hiburan
sedangkan Ryoojin Hissho merupakan
lagu rakyat.
Monogatari (物語) mencakup fiksi (Tsukuri Monogatari), cerita pantun (Uta Monogatari), cerita sejarah (Rekishi Monogatari ) dan legenda (Setsuwa). Pada zaman Heian, Monogatari dimulai dengan Taketori Monogatari yaitu fiksi
legendaris, Ise Monogatari yaitu
cerita pantun yang bersifat realistik yang keduanya saling mempengaruhi dan
saling mengisi. Yang termasuk Tsukuri
Monogatari yaitu Taketori Monogatari dan
Utsubo Monogatari.
1)
Taketori
Monogatari (竹取物語)
Tahun penulisan Monogatari
tidak diketahui dengan pasti, namun dalam buku Genji Monogatari tertulis bahwa Taketori
Monogatari adalah perintis munculnya kesusastraan jenis Monogatari . Taketori
Monogatari adalah cerita yang
menceritakan seorang anak perempuan (Kaguya
Hime ) yang sangat kecil ditemukan seorang pemotong bambu di sela-sela
rumpun bambu; ia dengan cepat tumbuh menjadi seorang putri yang cantik jelita.
Banyak laki-laki mencoba menarik hatinya; semuanya harus diuji, semuanya gagal;
pada akhirnya ia diambil kembali oleh sukunya, manusia Bulan, yang
memenjarakannya di sela-sela rumpun bambu itu untuk menghukumnya
(Beasley,2003).
2)
Utsubo
Monogatari (うつほ物語)
Utsubo Monogatari dapat dikatakan sebagai
lanjutan Taketori Monogatari dengan
versi yang berbeda, yang menceritakan
tentang percintaan Atemiya yg diperebutkan oleh beberapa putra raja. Mirip dengan
cerita Kaguya Hime, tapi di akhir
cerita menggambarkan kehidupan bangsawan secara lebih rinci. Dapat dikatakan
bahwa Utsubo
Monogatari merupakan karya masa peralihan dari Taketori Monogatari
menuju Genji Monogatari.
Selanjutnya,
Uta Monogatari adalah cerita yang
isinya dibuat lebih menarik dengan menulis Kotobagaki
( keterengan mengenai keadaan dan situasi ketika sebuah pantun dibuat).Yang
termasuk dalam Uta Monogatari adalah Ise Monogatari dan Yamamoto
Monogatari.
1)
Ise Monogatari ( 伊勢物語)
Uta Monogatari yang bersifat
realistik. Ise Monogatari adalah buku
pertama yang mempunyai cara pembuatan seperti itu. Ise Monogatari terdiri dari 125 bab. Pada setiap bab dimulai dengan
kata pembukaan mukashi otoko arikeri (
dahulu kala ada seorang laki-laki), tetapi semuanya menceritakan hubungan
percintaan yang penuh suka duka antara pria dan wanita (“Ise Monogatari”).
2)
Yamato
Monogatari ( 大和物語)
Aliran yang sama dengan Ise Monogatari
namun menceritakan tentang orang-orang terkenal serta memiliki
elemen cerita yang
sama dengan cerita pendek dan
dongeng rakyat yang
muncul setelahnya.
Kemudian,
Rekishi Monogatari (歴史物語) adalah kisah-kisah sejarah
yang termasuk kategori sastra Jepang. Meskipun bergaya serta bersifat
legendaris dan fiksi, pembaca Jepang sebelum
abad kesembilan belas bisa menerimanya dan mau membaca Rekishi Monogatari. Yang termasuk dalam Rekishi Monogatari adalah Eiga Monogatari, Ookagami dan Imakagami.
1)
Eiga Monogatari (栄花物語)
Kisah sejarah dari satu sisi
bersifat tradisional, karena merupakan kronik terpusat pada lingkungan istana
terutama kehidupan politiknya. Dalam Eiga
Monogatari , kisah-kisah pendek dijalin dengan kerangka kronologis yang
mengisahkan sejarah keluarga Fujiwara dan keluarga raja, bersama dengan
lukisan-lukisan tentang upacra-upacara istana. Lebih konkritnya, Eiga Monogatari menceritakan tentang
kehebatan Midoo Kampaku(Fujiwara
Michinagai) Kisah ini memberi warna dan sentuhan manusiawi dibandingkan
dengan kisah-kisah sejarah resmi. Eiga
Monogatari terdiri dari 40 bab dengan hurug Hiragana (Beasley,2003).
2)
Ookagami (大鏡)
Ookagami menceritakan tentang kehebatan yang Fujiwara Michinaga dan Ookagami lebih baik dari Eiga Monogatari serta menjabarkan peristiwa pada masa
pemerintahan Montoku Tenno sampai Goichijoo Tenno. Penutur cerita oleh Ooyake no Yotsugi.
3)
Imakagami (今鏡)
Imakagami merupakan lanjutan
dari Ookagami yang
menjabarkan
peristiwa dari masa Goichijoo Tennno
sampai Takakura Tenno diselingi
pantun dan cerita tentang bangsawan yang penuh romantisme.
4)
Ochikubo Monogatari (落窪物語)
Ochikubo
Monogatari adalah suatu cerita
yang mengisahkan kehidupan seorang anak tiri yang dianiaya, tetapi akhirnya
anak itu memperoleh kebahagiaan. Jalan ceritanya disusun dengan cermat,
penempatan tokoh-tokohnya diatur dengan baiik serta bersifat realistis sampai
akhir cerita.
5)
Genji Monogatari (源氏物語)
Genji
Monogatari merupakan suatu
konsepsi yang menggabungkan sifat romantis, realistis, dan dramatik dengan
memasukkan banyak lirik ke dalamnya.
Genji Monogatari terdiri dari 54 bab. Pada bab ke-1 sampai ke-41 berisi
tentang kehidupan tokoh utama Hikaru
Genji. Bab ke-42 sampai ke-44 berisi tentang keadaan Hikaru Genji meninggal dan masa pertumbuhan anaknya Kaoru. Dan babab terakhir yang disebut Ujijuujoo berisi kehidupan Kaoru yang selalu berputus asa dalam
hidupnya setelah ia dewasa. Pengarang Genji
Monogatari adalah Murashaki Shikibu,
seorang putri istana yang catatan hariannya diterbitkan juga. Genji Monogatari ditulis pada awal abad
ke-11.
Setsuwa adalah dongeng yang banyak mengandung ajaran agama Budha dan
kebiasaan masyarakat. Salah satu Setsuwa yang
terkenal yaitu Konjaku Monogatari (今昔物語). Konjaku Monogatari adalah kumpulan
dongeng atau cerita yang muncul pada akhir zaman Heian. Berisikan 1000 buah
cerita yang sebagian besar merupakan cerita mengenai agama Budha dan kebiasaan
masyarakat. Cerita agama Budha, kebajikan-kebajikan
kepercayaan, hukum karma dan pemikiran reinkarnasi. Konjaku Monogatari mempunyai pengaruh besar sekali terhadap
kesusastraan yang muncul pada zaman Kamakura.
Judul karya Monogatari
lainnya antara lain Sagoromo
Monogatari, Hamamatsu Chuunagon
Monogatari, Tokaba Monogatari dan
Tsutsumi Chuunagon Monogatari.
Jenis kesusastraan yang selanjutnya akan dibahas yaitu Nikki. Nikki adalah catatan harian yang bersifat resmi dan pribadi yang
ditulis dengan Kanbun (ditulis dengan
huruf Kanji dan gaya bahasanya
memakai gaya bahasa Cina), tetapi ada juga Nikki
yang memiliki nilai sastra ditulis dengan Kokubun (gaya bahasa Jepang dengan tulisan Hiragana). Adapun judul karya Nikki
sebagai berikut.
1)
Tosa Nikki(土佐日記)
Tosa Nikki adalah catatan harian yang menceritakan tentang perjalanan
ditulis oleh Ki no Tsurayuki pada abad
ke-10.
Gambar 2.8 Tosa Nikki
2)
Kageroo Nikki(蜻蛉日記)
Kageroo Nikki adalah catatan
harian yang menceritakan tentang otobiografi
penulisnya yaitu
Michitsuna (istri Fujiwara Kaneie).
3)
Murasaki Shikibu Nikki (紫式部日記)
Murasaki Shikibu Nikki adalah catatan
harian yang menceritakan tentang kehidupan Murasaki
Shikibu.
4)
Izumi Shikibu Nikki
Izumi Shikibu
Nikki adalah catatan
harian tentang kehidupan romantis wanita zaman
Heian yang berbeda status social
dan
ditulis dengan sudut pandang orang
ketiga.
Dan yang terakhir, akan membahas tentang Zuihitsu (随筆) adalah genre
sastra Jepang yang terdiri dari esai dan ide-ide yang biasanya bereaksi terhadap
lingkungan penulis. Salah satu Zuihitsu terkenal
di zaman Heian adalah Makura no Sooshi karya Seishoonagon yang terdiri dari 300 bab. Bagian-bagiannya antara lain : Monozukushi ; bagian dengan kata-kata dan kalimat pendek, Itsuwa (anekdote) ; bagian dengan kalimat panjang, Shisen Byoosha (lukisan alam) ; bagian yang
menggambarkan alam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesusastraan Jepang
merupakan kesusastraan yang perkembangannya telah melewati berbagai zaman dan
diklasifikasikan menjadi beberapa periodisasi. Ciri khas itu bisa dilihat dari
bentuk ataupun tema karya sastra yang menggambarkan keadaan sosial budaya
masyarakatnya, contohnya, kesusastraan Jepang zaman Heian bisa dikatakan
merupakan kesusastraan kaum bangsawan. Pada zaman Heian, pengarang dan pembaca
kesusastraan kebanyakan adalah kaum bangsawan dan penghuni istana, para selir,
orang-orang yang dekat dengan pihak istana/bangsawan (pesuruh istana, sarjana,
penyanyi, pendeta). Oleh karena itu, kesusastraan Jepang zaman tersebut banyak
yang menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kehidupan di istana dimana masyarakat
umum hanya dapat menikmati kesenian rakyat.
Watashi wa Kivan Dragneel desu..
BalasHapusArigatou Gozaimasu, Senpai
artikelnya lengkap, sangat membantu buat bahan Presentasi di Kampus.. ^^
tokoro de, watashi wa Senpai to onaji daigaku desu, tpi saya d STIBA Cirebon..
Watashi wa Invada Gaikokugo Daigaku Nihongo gakka no daigakusei desu..
Kivan desuka..
HapusHajimrmashite...jiah desu..
Iie..douitashimashite..
Tottemu ureshi wa..watashi no kiji wa kivan san ni yaku ni tatte agete tte..
Sore yori...sono kiji mo..watashi no happyou no shiryou dayo...hehe
Aa..souka onaji daigaku..demo cirebon ni arun da nee..
Nihongo daigakusei...onaji da..
Demo..mou sotsugyou dayo..watashi...kono getsu ni
Kivan desuka..
HapusHajimrmashite...jiah desu..
Iie..douitashimashite..
Tottemu ureshi wa..watashi no kiji wa kivan san ni yaku ni tatte agete tte..
Sore yori...sono kiji mo..watashi no happyou no shiryou dayo...hehe
Aa..souka onaji daigaku..demo cirebon ni arun da nee..
Nihongo daigakusei...onaji da..
Demo..mou sotsugyou dayo..watashi...kono getsu ni
Kivan desuka..
HapusHajimrmashite...jiah desu..
Iie..douitashimashite..
Tottemu ureshi wa..watashi no kiji wa kivan san ni yaku ni tatte agete tte..
Sore yori...sono kiji mo..watashi no happyou no shiryou dayo...hehe
Aa..souka onaji daigaku..demo cirebon ni arun da nee..
Nihongo daigakusei...onaji da..
Demo..mou sotsugyou dayo..watashi...kono getsu ni
boleh tau ini daftar pustakanya darimana ya sumbernya ? terima kasih untuk informasinya ya
BalasHapus