Kamis, 11 Desember 2014

Kesusastraan Zaman Heian

Minna san....konnichiwa..kali ini admin bakal ngebahas tentang kesusastraan zaman Heian..zaman kesuksesan para sastrawan dalam mempublikasikan karya-karya sastra...semoga bermanfaat ya...



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Zaman Heian atau Heiankyou (794-1192) merupakan zaman terakhir dari zaman Kuno dan juga zaman berakhirnya kaum bangsawan berkuasa. Dengan munculnya kaum samurai (tentara) pada akhir zaman Heian, lambat laun kekuasaan dan kekuatan kaum samurai semakin kuat sehingga mereka bisa mengambil alih kekuasaan dari kaum bangsawan (Amril,2011).
  Pada akhir abad VII Kaisar Kanmu (kaisar Jepang ke-50) memindahkan ibukota Jepang, dari Nara ke Kyoto, akibat Fujiwara Tanetsugu yang menjadi penanggung jawab pembangunan Nagaoka-kyō tewas dibunuh. Ada penjelasan yang mengatakan ibu kota harus dipindahkan ke Kyoto untuk mengatasi pengaruh agama Buddha di Nara yang kekuatannya terpusat di sejumlah kuil-kuil yang disebut Nanto-jiin(南都寺院). Penjelasan lain mengatakan ibu kota perlu dipindahkan dari ibu kota kekaisaran milik garis keturunan Kaisar Temmu ke ibu kota baru untuk kaisar dari garis keturunan Kaisar Tenji.
Amril (2011) menambahkan bahwa ibukota yang baru ini dinamai Heiankyou, pindahnya ibukota dari Nara ke Kyoto, dunia khususnya Jepang diharapkan selalu damai dan tenang (Heian = tenang,damai; Kyou = ibukota), karena selama zaman Nara keadaan Jepang selalu dalam keadaan kacau, dan sering terjadi pertikaian dimana-mana.
Pada saat itu, Kaisar Kanmu mendirikan istana di ujung utara kota dan dibangun meniru perencanaan kota Chang'an pada zaman Dinasti Tang dan Dinasti Sui. Istana Heian atau Daidairi (大内裏) sebagai tempat kediaman resmi kaisar dan pusat administrasi Jepang  merupakan istana kekaisaran di ibu kota Jepang Heian-kyou (Kyoto) dari 794 hingga 1227 (Beasley:2003).  
Pada zaman Nara, kepemilikan shoen semakin meningkat terutama keluarga Fujiwara yang telah berjsaa pada peristiwa Reformasi Taka. Keluarga Fujiwara adalah pemilik shoen paling banyak sehingga menjadi keluarga yang berkuasa. Dengan kekuasaannya, Fujiwara berhasil meggantikan kedudukan kasisar dan mengendalikan pemerintahan. Sejak itulah pemerintahan dipegang oleh kaum bangsawan dan disebut dengan Kizoku Seifu (Pemerintahan Bangsawan). Permulaan abad ke-11 merupakan masa yang paling makmur bagi keluarga bangsawan, terutama pada masa Michinaga Yorimichi, karena keluarga Fujiwara berhasil menduduki posisi yang paling tinggi dalam pemerintahan sehingga dia mendapat upah yang paling banyak (Kodansha,1983).
Pada zaman Heian berlaku sistem perwalian atau Sekkan Seiji, yang mana untuk menjaga posisi keluarga Fujiwara sebagai pengendali pemerintahan, keluarga Fujiwara melakukan sistem perkawinan politik, yaitu mengawinkan anak perempuannya dengan kaisar sehingga cucunya kelak akan menjadi kaisar. Sambil menunggu cucunya menjadi besar (dewasa), saat itu pemerintahan dipegang oleh kakeknya sebagai walinya, dan setelah dewasa cucu itu menjadi kaisar (“Sekkan Seiji”).
Selain itu, zaman Heian merupakan zaman keemasan bagi perkembangan kesenian di Jepang, karena pada zaman ini lahir karya seni dan karya sastra yang masih terkenal hingga sekarang. 

   BAB II
KESUSASTRAAN ZAMAN HEIAN


2.1 Lahirnya Tulisan Kana dan Kebudayaan Nasional
Menurut Amril (2011) sebelum Kana, ada penulisan dokumen dan karya sastra ditulis dengan Manyougana. Namun sekitar pertengahan abad 9 mulai digunaka  Hiragana dan Katakana sebagai pengganti Manyougana. Hiragana merupakan tulisan yang halus pada umumnya digunakan oleh kaum perempuan sehingga disebut Onnade. Sementara itu, Katakana merupakan tulisan dengan mengambil bunyi dan salah satu bagian dari Kanji, pada umumnya digunakan oleh para sarjana dan pendeta, sehingga disebut dengan Otokode. Walaupun Kana sudah mulai digunakan Kanji masih tetap digunakan terutama ketika menulis surat-surat atau dokumen resmi. 
Pada akhir abad ke-9 pengiriman Kentoushi ( pengiriman duta ke Cina pada Dinasti Tang) dihentikannya pengiriman duta ke Cina, pengaruh Cina terhadap kebudayaan Jepang semakin berkurang. Hal ini berakibat pada berkembangnya “Kebudayaan Nasional (Kokufu Bunka), yaitu kebudayaan asli yang mempunyai ciri khas “lokal genius”. Sehingga kesenian-kesenian dan kebudayaan khas Jepang mengalami perkembangan.
2.2 Perkembangan Agama Budha
Sejak masuknya ajaran Budha ke Jepang, perkembangan agama Budha sangat cepat. Meskipun Kaisar Kanmu, yang memerintahkan ibukota pindah ke Kyoto, menolak campur tangan pendeta dalam urusan politik, Kaisar Kanmu tetap memelihara ajaran Budha. Pada masa itu, kira-kira awal zaman Heian, ada dua orang pendeta Budha yang baru kembali dariChina, yaitu Saicho dan Kukai. Mereka menyebarkan ajaran Budha baru. Kedua pendeta tersebut tidak setuju kalau pendeta ikut campur dalam urusan politik, oleh karena itu mereka mendirikan kuil di puncak gunung, jauh dari istana, berbeda dengan pendeta sebelumnya. Pendeta Saicho mendirikan kuilnya di gunung Hiei dan mengembangkan aliran Tendai (Tendai shu), sedangkan pendeta Kukai mendirikan kuilnya di puncak gunung Koya dan mengembangkan aliran Shingon (Shingon shu). Kedua sekte ajaran Budha yang baru ini meluas di kalangan istana dan bangsawan (Amril.2011).
Sedangkan pada tahun 985, menurut Beasley (2003) pendeta Tendai Genshin  menulis sebuah buku berisi argumen mendukung ini dalam ungkapan-ungkapan yang keras. Buku itu diawali dengan lukisan yang terus terang tentang neraka Budha, tempat orang-orang yang gagal menjalankan kewajiaban dilontarkan, ini dibandingkannya dengan Tanah Murni sorga Barat, semua orang dapat masuk ke tempat itu bila dengan tulus mengumandangkan nama Amida. Buku itu sangat populer, dikarenakan isinya yang penuh dengan cerita-cerita mengerikan. Namun berbeda dengan pendahulu-pendahulunya, Genshin tidak menggunakan popularitasnya untuk mendirikan sekte baru. Ide-idenya tersebar luas dalam sekte Tendai dan sekte Shingon. Ide-idenya juga memberi sumbangan pada gerakan serupa yang terpusat pada Jizou (Ksitigarbha), seorang bodisatwa yang memiliki kekuatan yang lebih ampuh untuk menyelamatkan manusia dari neraka daripada membawanya ke surga.
Oleh karena itu, dampak dari masuk ajaran Budha di zaman Heian yaitu membawa angin segar dan kekhasan tersendiri pada kesusastraan dan seni Jepang dalam paruh kedua periode Heian, ketika kesusastraan dan seni lebih memperhatikan manusia dan hal-hal di dunia, sehingga ruang lingkupnya lebih Jepang.
2.3 Kesusastraan Jepang Zaman Heian
Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial, ide dan nilai yang ada dalam suatu masyarakat. Kesusastraan yang hadir dalam suatu masyarakat memiliki nilai keterkaitan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Antara masyarakat, kebudayaan dan sastra merupakan suatu jalinan yang kuat, yang satu dengan yang lainnya saling memberi pengaruh, saling membutuhkan, dan saling menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangannya (Semi,1984).

Kesusastraan Jepang merupakan kesusastraan yang perkembangannya telah melewati berbagai zaman dan diklasifikasikan menjadi beberapa periodisasi. Dalam perkembangannya, terdapat ciri khas yang membedakan kesusastraan Jepang suatu zaman dengan kesusastraan Jepang pada zaman lain. Ciri khas itu bisa dilihat dari bentuk ataupun tema karya sastra yang menggambarkan keadaan sosial budaya masyarakatnya. Contohnya, Kesusastraan Jepang zaman Heian bisa dikatakan merupakan kesusastraan kaum bangsawan. Pada zaman Heian, pengarang dan pembaca kesusastraan kebanyakan adalah kaum bangsawan dan penghuni istana, para selir, orang-orang yang dekat dengan pihak istana/bangsawan (pesuruh istana, sarjana, penyanyi, pendeta)
 Oleh karena itu, kesusastraan Jepang zaman tersebut banyak yang menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kehidupan di istana (Asoo,1983). Dimana masyarakat umum hanya dapat menikmati kesenian rakyat .
Kesusastraan zaman Heian dapat dibagi menjadi empat kelompok zaman.
1)      Zaman populernya syair Kanbun.
2)      Zaman kebangkitan kembali pantun Waka.
3)      Zaman populernya kesusastraan cerita, catatan harian dan essei.
4)      Zaman banyak dikarang dan disusunnya cerita sejarah dan kesusastraan Setsuwa (dongeng).
2.2.1 Bentuk dan Jenis kesusastraan Jepang zaman Heian
Adapun bentuk-bentuk kesusastraan pada zaman Heian sebagai berikut.
Prosa
Pantun/Puisi
Nyanyian
         Monogatari
         Nikki
         Essei
         Setsuwa

         Kanshibun
         Waka

         Kayoo

        Tabel 1.1 Bentuk-bentuk kesusastraan Jepang
Selain itu, adapun jenis-jenis kesusastraan Jepang pada zaman Heian sebagai berikut.
Jenis Kesusastraan
Judul Karya
Pantun Jepang /Waka
Kokinshuu
Gosenshuu
Shuuishuu
Senzaishuu
Sankushuu
Kayoo
Saibara
Ryoojin Hissho
Cerita/Monogatari
Taketori Monogatari
Ise Monogatari
Utsubo Monogatari
Yamato Monogatari
Eiga Monogatari
Ookagami
Imakagami
Ochikubo Monogatari
Genji Monogatari
Konjaku Monogatari
Sagaromo Monogatari
Tsutsumi Chuunagon Monogatari
Tokaba Monogatari
Hamamatsu Chuunagon Monogatari
Catatan Harian/Nikki
Tossa Nikki
Kageroo Nikki
Murasaki Shikibu Nikki

Izumi Shikibu Nikki
Essai/ Zuihitsu
Makura no Sooshi
Tabel 1.2 Jenis-jenis kesusastraan Jepang

2.2.2 Waka, Kayoo, Nikki, Zuihitsu
Pada awal zaman Heian, pantun Waka pernah mengalami kemunduran, sebakiknya Kanbungaku mencapai kepopulerannya. Pengarang Kanshibun terkemuka pada awal zaman Heian antara lain Kuukai (dengan nama lain Kooboo Daishii) seorang sarjana, penyair dan pemeluk agama yang taat dikenal sebagai pelopor kebudayaan Jepang, karya Kuukai antara lain Shooryooshuu dan Bunkyoo Hifuron  yang membicarakan puisi dan prosa bergaya retorik, kemudian pengarang lainnya adalah Ono no Takamura dan Sugawara no Michizane dengan karya berjudul Kankebunsoo dan  Kankekoosoo.
Sejak pertengahan zaman Heian, Kanshibun mengalami kemunduran karena Waka dan sejenisnya kembali populer. Pada akhir zaman Heian, sarjana Kanshibun yang perlu dicatat namanya adalah Ooe Masafusa. Meskipun pantun Waka mengalami masa suram pada zaman ini namun Waka masih ditulis orang yang ebrsifat melajutkan karya Manyooshuu dan Kokinshuu. Bersamaan dengan itu, kebudayaan zaman Heian juga berkembang meninggalkan pengaruh dari kebudayaan Dinasti Tang dan membentuk kebudayaan asli Jepang,
Pengungkapan jiwa orang Jepang melalui Waka lebih cocok daripada melalui Kanshibun dan terciptanya tulisan Hiragana membantu perkembangan Waka . perkembangan Waka dipengaruhi oleh Utawase (pertandingan pantun).
Waka adalah salah satu bentuk puisi Jepang yang sudah ada sejak zaman  Asuka dan Zaman Nara (akhir abad ke-6 hingga abad ke-8), yang mana penyairnya disebut Kajin. Istilah Waka (arti harfiah: puisi Jepang) dipakai untuk membedakannya dengan puisi Cina. Waka juga disebut Yamato Uta atau cukup sebagai Uta. Waka terdiri dari Chouka, Tanka, Sedouka, Katauta dan Bussokusekika. Dalam pengertian sempit, waka sering hanya berarti Tanka yang secara keseluruhan terdiri dari 31 suku kata (aksara), oleh karena itu Waka juga disebut Misohitomoji (arti: 31 aksara).Contoh jenis Waka Tanka, bentuk puisi dengan pola Mora 5-7-5-7-7
ひともなき(5) 
おなしきいれは(7) 
くさまくら(5) 
たびにまむりて(7) 
くろしかりけい(7)
Oleh : Ootomono Tabito
Artinya : Rumah kosong yang tidak ada orang (istri) di dalamnya menderita melebihi penderitaan yang berat.
 Memasuki zaman Engi (901-923) pantun Waka makin populer dan mencapai puncaknya ketika Kokin Wakashuu (kumpulan Waka lama dan baru) terpilih sebagai karya terbaik berdasarkan titah kaisar. Kokinshuu (Kokin Wakashuu) disusun oleh empat orang penyair terdiri dari 20 jilid dengan jumlah pantun lebih dari 100 buah. Kokinshuu (古今集) adalah pantun Waka dari tahun 759 () sampai tahun 905(). Kata pengantar ditulis dengan tulisan Hiragana oleh Ki no Tsurayuki yang mempunyai kedudukan penting dalam sejarah pemakaian Kana. Seorang bangsawan yang memangku jabatan gubernur Tosa, sebuah provinsi di Shikoku, antara tahun 931 dan tahun 934. Ciri khas Kokinshuu adalah perubahan aturan pemakaian suku kata 5.7 yang berlaku pada zaman sebelumnya yang bersifat lamban berat menjadi suku kata 7.5 yang bersifat ringan lancar sehingga terlihat indah dan halus serta elegan, dengan ini terbentuklah gaya baru yang disebut Kokinshoo (gaya Kokinshuu) serta memakai Engo (kata yang berfungsi menghubungkan) dan Kakekotoba (1 kata punya 2 arti) à tidak blak-blakan seperti Manyoshuu, yaitu memakai dugaan dan pertanyaan sehingga lebih rumit.
Pembagian jaman Kokinshuu sebagai berikut:
¡    Nama penyair tdk diketahui
÷    Peralihan dari Manyoshuu ke Kokinshuu
¡    Jaman 6 penyair (Rokkasen)
÷    Ariwara no Narihara, Soojoo Henjoo, Ono no Komachi, Ootomo no Kuronushi, Funya no Yasuhide, Kisen Hooshi
¡    Jaman 4 penyair
÷    Ki no Tsurayuki, Ooshikouchi no Mitsune, Tomonori, Tadamine
Sedangkan Gosenshuu adalah kumpulan Waka pilihan sesudah Kokinshuu pada masa Kaisar Shirakawa berupa pantun yang bersahut-sahutan atau Zootooka yang memiliki sifat gembira dan bebas serta  permainan kata yang bebas menceritakan tentang kehidupan sehari-hari secara konkrit.  Shuuishuu (拾遺集)adalah kritik dan teori membuat Waka, tiruan Kokinshuu yang tidak memiliki keistimewaan, disusun atas perintah Kaisar Ichijoo . Penyunting Shuuishuu adalah seorang ahli mengkritik karya secara teoritis, tidak pandai dalam membuat pantun), Fujiwara Kintoo dan penyair terkenalnya adalah Sone no Yoshitada dan Izumi Shikibu. Goshuuishuu merupakan observasi terhadap alam dan pembaharuan Waka yang memiliki ciri observasi alam secara objektif, disusun oleh Fujiwara Michitoshi atas perintah kaisar Shirakawa, penulis terkenalnya adalah Toshiyori, Sunzei, Mototoshi,  Kaisar Sutoku  Senzaishuu adalah pantun baru Waka dan lanjutan dari Goshuuishuu yang memiliki gaya abstrak penghayatan pembaca atau sering disebut Yugentai, disusun oleh Fujiwara Shinzei atas perintah mantan Kaisar Shirakawa. Semua ini yang mendukung Waka berkembang dengan baik.
ゆうさればのべの
あきかぜみにしみて
うずらなくなり
ふかくさのさと
(Sunzei)
Artinya :
Bila senja datang, angin
sejuk musim gugur
berhembus menyentuh
tubuh, bersiul burung
Uzura membisikkan
kesunyian, itulah dusun
Fukakusa
 Selanjutnya Kayoo adalah nyanyian yang mengiringi ritual atau upacara tradisional Jepang. Materi Kayoo berupa binatang, tumbuhan, alam, hasil laut, usaha manusia serta menggunakan Kasane Kotoba (pengulangan kata), Tsuika (Penggambaran kontras), Zensoho (Penggambaran puncak suatu keadaan). Selain itu, terdapat juga pengulangan kata yang sama bunyi (Doon), pengulangan kata-kata yang sama (Doogo), kalimat yang sama (Doku). Beberapa contoh Kayoo yang ada pada zaman Heian yaitu Saibara dan Ryoojin Hissho. Saibara adalah  nyanyian dan tarian di istana Jepang yang berasal dari Cina merupakan Kayoo hiburan sedangkan Ryoojin Hissho merupakan lagu rakyat.
Monogatari (物語) mencakup fiksi (Tsukuri Monogatari), cerita pantun (Uta Monogatari), cerita sejarah (Rekishi Monogatari ) dan legenda (Setsuwa). Pada zaman Heian, Monogatari dimulai dengan Taketori Monogatari yaitu fiksi legendaris, Ise Monogatari yaitu cerita pantun yang bersifat realistik yang keduanya saling mempengaruhi dan saling mengisi. Yang termasuk Tsukuri Monogatari yaitu Taketori Monogatari dan Utsubo Monogatari.
1)      Taketori Monogatari (竹取物)
Tahun penulisan Monogatari tidak diketahui dengan pasti, namun dalam buku Genji Monogatari tertulis bahwa Taketori Monogatari adalah perintis munculnya kesusastraan jenis Monogatari . Taketori Monogatari  adalah cerita yang menceritakan seorang anak perempuan (Kaguya Hime ) yang sangat kecil ditemukan seorang pemotong bambu di sela-sela rumpun bambu; ia dengan cepat tumbuh menjadi seorang putri yang cantik jelita. Banyak laki-laki mencoba menarik hatinya; semuanya harus diuji, semuanya gagal; pada akhirnya ia diambil kembali oleh sukunya, manusia Bulan, yang memenjarakannya di sela-sela rumpun bambu itu untuk menghukumnya (Beasley,2003).            
2)      Utsubo Monogatari (うつほ物)
Utsubo Monogatari dapat dikatakan sebagai lanjutan Taketori Monogatari dengan versi yang berbeda, yang menceritakan tentang percintaan Atemiya yg diperebutkan oleh beberapa putra raja. Mirip dengan cerita Kaguya Hime, tapi di akhir cerita menggambarkan kehidupan bangsawan secara lebih rinci. Dapat dikatakan bahwa Utsubo Monogatari merupakan karya masa peralihan dari Taketori Monogatari menuju Genji Monogatari.
 Selanjutnya, Uta Monogatari adalah cerita yang isinya dibuat lebih menarik dengan menulis Kotobagaki ( keterengan mengenai keadaan dan situasi ketika sebuah pantun dibuat).Yang termasuk dalam Uta Monogatari  adalah Ise Monogatari dan Yamamoto Monogatari.
1)      Ise Monogatari ( 伊勢物語)
Uta Monogatari yang bersifat realistik. Ise Monogatari adalah buku pertama yang mempunyai cara pembuatan seperti itu. Ise Monogatari terdiri dari 125 bab. Pada setiap bab dimulai dengan kata pembukaan mukashi otoko arikeri ( dahulu kala ada seorang laki-laki), tetapi semuanya menceritakan hubungan percintaan yang penuh suka duka antara pria dan wanita (“Ise Monogatari”).
2)      Yamato Monogatari ( 大和物語)
Aliran yang sama dengan Ise Monogatari namun menceritakan tentang orang-orang terkenal serta memiliki elemen cerita yang sama dengan cerita pendek dan dongeng rakyat yang muncul setelahnya.
Kemudian, Rekishi Monogatari (歴史物語) adalah  kisah-kisah sejarah yang termasuk kategori sastra Jepang. Meskipun bergaya serta bersifat legendaris dan fiksi, pembaca Jepang sebelum abad kesembilan belas bisa menerimanya dan mau membaca Rekishi Monogatari. Yang termasuk dalam Rekishi Monogatari adalah Eiga Monogatari, Ookagami dan Imakagami.
1)      Eiga Monogatari (栄花物)
Kisah sejarah dari satu sisi bersifat tradisional, karena merupakan kronik terpusat pada lingkungan istana terutama kehidupan politiknya. Dalam Eiga Monogatari , kisah-kisah pendek dijalin dengan kerangka kronologis yang mengisahkan sejarah keluarga Fujiwara dan keluarga raja, bersama dengan lukisan-lukisan tentang upacra-upacara istana. Lebih konkritnya, Eiga Monogatari menceritakan tentang kehebatan Midoo Kampaku(Fujiwara Michinagai) Kisah ini memberi warna dan sentuhan manusiawi dibandingkan dengan kisah-kisah sejarah resmi. Eiga Monogatari terdiri dari 40 bab dengan hurug Hiragana (Beasley,2003). 
2)      Ookagami ()
Ookagami menceritakan tentang kehebatan yang Fujiwara Michinaga dan Ookagami  lebih baik dari Eiga Monogatari serta menjabarkan peristiwa pada masa pemerintahan Montoku Tenno sampai Goichijoo Tenno. Penutur cerita oleh Ooyake no Yotsugi.
 3)      Imakagami () 
Imakagami merupakan  lanjutan dari Ookagami  yang  menjabarkan peristiwa dari masa Goichijoo Tennno sampai Takakura Tenno diselingi pantun dan cerita tentang bangsawan yang penuh romantisme.
4)      Ochikubo Monogatari (落窪物)
Ochikubo Monogatari adalah suatu cerita yang mengisahkan kehidupan seorang anak tiri yang dianiaya, tetapi akhirnya anak itu memperoleh kebahagiaan. Jalan ceritanya disusun dengan cermat, penempatan tokoh-tokohnya diatur dengan baiik serta bersifat realistis sampai akhir cerita.
5)      Genji Monogatari (源氏物語)
Genji Monogatari merupakan suatu konsepsi yang menggabungkan sifat romantis, realistis, dan dramatik dengan memasukkan banyak lirik ke dalamnya. Genji Monogatari terdiri dari 54 bab. Pada bab ke-1 sampai ke-41 berisi tentang kehidupan tokoh utama Hikaru Genji. Bab ke-42 sampai ke-44 berisi tentang keadaan Hikaru Genji meninggal dan masa pertumbuhan anaknya Kaoru. Dan babab terakhir yang disebut Ujijuujoo berisi kehidupan Kaoru yang selalu berputus asa dalam hidupnya setelah ia dewasa. Pengarang Genji Monogatari adalah Murashaki Shikibu, seorang putri istana yang catatan hariannya diterbitkan juga. Genji Monogatari ditulis pada awal abad ke-11.
 
Setsuwa adalah dongeng yang banyak mengandung ajaran agama Budha dan kebiasaan masyarakat. Salah satu Setsuwa yang terkenal yaitu Konjaku Monogatari (今昔物). Konjaku Monogatari adalah kumpulan dongeng atau cerita yang muncul pada akhir zaman Heian. Berisikan 1000 buah cerita yang sebagian besar merupakan cerita mengenai agama Budha dan kebiasaan masyarakat. Cerita agama Budha, kebajikan-kebajikan kepercayaan, hukum karma dan pemikiran reinkarnasi. Konjaku Monogatari mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kesusastraan yang muncul pada zaman Kamakura.
Judul karya Monogatari lainnya antara lain Sagoromo Monogatari, Hamamatsu Chuunagon Monogatari, Tokaba Monogatari dan Tsutsumi Chuunagon Monogatari.
Jenis kesusastraan yang selanjutnya akan dibahas yaitu Nikki. Nikki adalah catatan harian yang bersifat resmi dan pribadi yang ditulis dengan Kanbun (ditulis dengan huruf Kanji dan gaya bahasanya memakai gaya bahasa Cina), tetapi ada juga Nikki yang memiliki nilai sastra ditulis dengan Kokubun (gaya bahasa Jepang dengan tulisan Hiragana). Adapun judul karya Nikki sebagai berikut.
1)      Tosa Nikki(土佐日記)
Tosa Nikki adalah catatan harian yang menceritakan tentang perjalanan ditulis oleh Ki no Tsurayuki pada abad ke-10.
Gambar 2.8 Tosa Nikki
2)      Kageroo Nikki(蜻蛉日)
Kageroo Nikki adalah catatan harian yang menceritakan tentang otobiografi penulisnya yaitu Michitsuna (istri Fujiwara Kaneie).
3)      Murasaki Shikibu Nikki (紫式部日)
Murasaki Shikibu Nikki adalah catatan harian yang menceritakan tentang kehidupan Murasaki Shikibu.

4)      Izumi Shikibu Nikki
Izumi Shikibu Nikki adalah catatan harian tentang kehidupan romantis wanita zaman Heian yang berbeda status social dan ditulis dengan sudut pandang orang ketiga.
Dan yang terakhir, akan membahas tentang Zuihitsu () adalah genre sastra Jepang yang terdiri dari esai dan ide-ide yang biasanya bereaksi terhadap lingkungan penulis. Salah satu Zuihitsu terkenal di zaman Heian adalah Makura no Sooshi  karya Seishoonagon yang terdiri dari 300 bab. Bagian-bagiannya antara lain : Monozukushi ; bagian dengan kata-kata dan kalimat pendek, Itsuwa (anekdote) ; bagian dengan kalimat panjang, Shisen Byoosha (lukisan alam) ; bagian yang menggambarkan alam.









BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
     Kesusastraan Jepang merupakan kesusastraan yang perkembangannya telah melewati berbagai zaman dan diklasifikasikan menjadi beberapa periodisasi. Ciri khas itu bisa dilihat dari bentuk ataupun tema karya sastra yang menggambarkan keadaan sosial budaya masyarakatnya, contohnya, kesusastraan Jepang zaman Heian bisa dikatakan merupakan kesusastraan kaum bangsawan. Pada zaman Heian, pengarang dan pembaca kesusastraan kebanyakan adalah kaum bangsawan dan penghuni istana, para selir, orang-orang yang dekat dengan pihak istana/bangsawan (pesuruh istana, sarjana, penyanyi, pendeta). Oleh karena itu, kesusastraan Jepang zaman tersebut banyak yang menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kehidupan di istana dimana masyarakat umum hanya dapat menikmati kesenian rakyat.

5 komentar:

  1. Watashi wa Kivan Dragneel desu..
    Arigatou Gozaimasu, Senpai
    artikelnya lengkap, sangat membantu buat bahan Presentasi di Kampus.. ^^

    tokoro de, watashi wa Senpai to onaji daigaku desu, tpi saya d STIBA Cirebon..
    Watashi wa Invada Gaikokugo Daigaku Nihongo gakka no daigakusei desu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kivan desuka..
      Hajimrmashite...jiah desu..

      Iie..douitashimashite..

      Tottemu ureshi wa..watashi no kiji wa kivan san ni yaku ni tatte agete tte..

      Sore yori...sono kiji mo..watashi no happyou no shiryou dayo...hehe

      Aa..souka onaji daigaku..demo cirebon ni arun da nee..

      Nihongo daigakusei...onaji da..

      Demo..mou sotsugyou dayo..watashi...kono getsu ni

      Hapus
    2. Kivan desuka..
      Hajimrmashite...jiah desu..

      Iie..douitashimashite..

      Tottemu ureshi wa..watashi no kiji wa kivan san ni yaku ni tatte agete tte..

      Sore yori...sono kiji mo..watashi no happyou no shiryou dayo...hehe

      Aa..souka onaji daigaku..demo cirebon ni arun da nee..

      Nihongo daigakusei...onaji da..

      Demo..mou sotsugyou dayo..watashi...kono getsu ni

      Hapus
    3. Kivan desuka..
      Hajimrmashite...jiah desu..

      Iie..douitashimashite..

      Tottemu ureshi wa..watashi no kiji wa kivan san ni yaku ni tatte agete tte..

      Sore yori...sono kiji mo..watashi no happyou no shiryou dayo...hehe

      Aa..souka onaji daigaku..demo cirebon ni arun da nee..

      Nihongo daigakusei...onaji da..

      Demo..mou sotsugyou dayo..watashi...kono getsu ni

      Hapus
  2. boleh tau ini daftar pustakanya darimana ya sumbernya ? terima kasih untuk informasinya ya

    BalasHapus